Sunday, December 25, 2011

Macam - Macam Tawassul


MACAM – MACAM TAWASSUL


          Pembagian tawassul antara satu ulama dengan lainya berbeda – beda, tergantung versinya masing – masing. Namun secara ringkas, dapat dibagi menjadi 4 macam:
1.      Tawassul dengan Amal
Semua umat Islam sepakat bahwa tawassul dengan amal tidak hanya boleh namun diperintahkan Alloh dan Rasul-Nya. Sedangkan caranya bisa dengan shalat, puasa, sedekah,membaca Al Qur’an, berdzikir, dan lainya sebagainya, atau dengan amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Alloh atau dapat memudahkan untuk mencapai apa yang dihajatkan.
Menurut Dr.Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani, “ Tidak ada seorang ulama yang berselisih tentang disyriatkannya  tawassul kepada Alloh SWT dengan amal – amal shaleh. Barangsiapa puasa, shalat atau membaca Al-Qur’an dan bersedekah, maka dia bias tawassul dengan puasanya, shalatnya, bacaan Al Qur’anya dan sedekahnya. Bahkan harapan untuk diterima lebih besar.
Dalil yang dijadikan hujjah adalah hadits tentang tiga orang yang tertutup oleh mulut gua ketika mereka berada di dalamnya. Salah seorang diantara mereka bertawassul kepada Alloh dengan Birrul Walidain-nya, yang kedua bertawassul kepada Alloh dengan dengn  sikapnya yang menjauhi kemungkaran dan yang ketiga bertawassul dengan sikap amanahnya dalam memelihara harta orang lain, sehingga Alloh meringankan atau membuka mulut gua itu. Jenis tawassul ini telah diterngkan secara jelas beserta dalilnya oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dalam beberapa kitabnya, khususnya dalam risalahnya yang berjudul, “ Qaidah Jalilah fi- At – Tawassul wal- Wasilah
Dasar tawassul dengan amal ini adalah  firman Alloh:
“ Mintalah tolong kepada Alloh dengan ( bersikap ) sabar dan ( melakukan) shalat. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' “ ( Q.S.al Baqarah : 45 ),
Sedangan hadits yang menjadi landasan tawassul dengan amal perbuatan, sebagaimana disinggung di depan adalah:
عَنِ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمنِ عَبْدِ اللّٰهِ ابْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَابِ رَضِيَ رَضِىَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اِنْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى آوَاهُمُ الْمَبِيْتُ اِلَى الْغَارِ فَدَخَلُوْهُ فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ  فَسُدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوْا اِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ اِلاَّ اَنْ تَدْعُوْا اللّٰهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ  قَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ اَللّٰهُمَّ كَانَ لِى اَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ لاَاَغْبِقُ  قَبْلَهُمَا اَهْلاً فَنَأَى بِى طَلَبُ الشَّجَرِ  يَوْمًا فَلَمْ أَرُحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْفَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ فَكَرِهْنُ اَنْ اُوْقِظَهُمَا وَاَنْ أَعْبِقَ قَبْلَهُمَا اَهْلاً  اَوْ َمَالاً فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدِى اَنْتَظِرُ اِسْتِيْقَاظَهُمَا حَتَّى بَرِقَ الْفَجْرُ وَالصِّيْبَةُ يَتَضَاعُوْنَ عِنْدَ قَدَمَىَّ  فَاسْتَيْقَظَ فَشَرِبَ  غَبُوْفَهُمَا اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذٰلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَانَحْنُ  فِيْهِ  مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَيَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهُ .قَالَ اْلاَخَرُ اَللّٰهُمَّ اِنَّهُ كَانَ لِى اِبْنَةُ عَمٍّ كَانَتْ اَحَبَّ النَّاسِ اِلَيَّ .وفى رواية كُنْتُ اُحِبُّهَا كَاَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءَ فَأَرَدْتُهَا عَلَى نَفْسِهَا فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَّةٌ مِنَ السِّنِيْنَ فَجَاءَتْنِى فَاضعْطَيْتُهَا عِشْرِيْنَ وَمِائَةَ دِيْنَارٍ عَلَى اَنْ تُخَلِّى بَيْنِى وبَيْنَ  نَفْسِهَا فَفَعَلَتْ حَتَّى اِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَاووفى رواية فَلَمَّا قَعَدْتُ  بَيْنَ رِجْلَيْهَا قَالَتْ اِتَّقِ اللّٰهَ وَلاَتَفُضَّ الْخَاتِمَ اِلاَّ بِحَقِّهِ فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهِىَ أَحَبُّ النَّاسِ اِلَيَّ وَتَرَكْتُ  الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذٰلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَانَحْنُ  فِيْهِ فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ غَيْرَ اَنَّهُمْْ لاَيَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهَا وَقَالَ الثَّالِثُ  اَللّٰهُمَّ أَسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ  وَأَعْطَيْتُهُمْ  أَجْرَهُمْ غَيْرَهُمْ غَيْرَ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ  اْلاَمْوَالُ فَجَاءَ نِى بَعْدَ حِيْنٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللّٰهِ  أَدِّ اِلَيَّ أجْرِى  فَقُلْتُ كُلُّ مَا تَرَ ى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ اْلاِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيْقِ فَقَالَ اللّٰهِ لاَتَسْتَهْزِئْ فَقُلْتُ لاَأَسْتَهْزِئُ  بِكَ فَاَخَذَهُ  كُلُّهُ فَاَسْتَاقَهُ  فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا. اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذٰلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَانَحْنُ  فِيْهِ فَانْفَرَجَتْ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوْا يَمْشُوْنَ.متفق عليه
“ Abdullah bin Umar r.a berkata:” Saya telah mendengar Rasululloh SAW, bersabda:” Terjadi pada masa dahulu sebelum kamu, tiga orang berjalan – jalan hingga terpaksa bermalam dalam gua. Tiba – tiba ketika mereka sedang dalam gua itu, jatuh sebuah batu besar dri atas bukit dan menutupi gua itu, hingga mereka tidak dapat keluar. Maka berkalata mereka : “ Sungguh tiada suatu yang dapat menyelamatkan kami dari bahaya ini, kecuali jika  tawassul kepada  Alloh dengan anal – amal shalih yang bernah kamu lakukan dahulu kala. Maka berkata seorang dari mereka:” Ya Alloh dahulu saya mempunyai  ayah dan ibu, dan saya biasa  tidak memberi memberi minuman susu pada seorang pun sebelum kedunya ( ayah – ibu ), baik pada keluarga atau hamba sahaya, maka pada suatu hari agak kejauhan bagiku mengembalakan ternak, hingga tidak kembali pada keduanya, kecuali sesudah malam dan ayah bundaku telah tidur. Maka  saya terus memerah susu untuk keduanya dan saya pun segan untuk membangun keduanya, dan sayapun tidak akan memberikan minuman itu kepada siapapun sebelum ayah bunda itu. Maka saya tunggu keduanya hingga terbit fajar, maka bangunlah keduanya dan minum dari susu yang saya perahkan itu. Padahal semalam itu  anak – anakku sedang menangis minta susu itu, di dekat kakiku. Ya Alloh jika saya berbuat itu benar – benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka menyisih sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar daripadanya.
 Berdo’a yang kedua: “ Ya Alloh dahulu saya pernah terikat cinta kasih pada anak gadis pamanku, maka karena cinta kasihku, saya selalu merayu dan ingin berzina padanya, tetapi ia selalu menolak hingga terjadi pada suatu saat ia menderita kelaparan dan datang minta bantuan kepadaku,  maka saya berikan padanya uang seratus duapuluh dinar, tetapi dengan janji bahwa ia akan menyerahkan dirinya kepadaku pada malam harinya. Kemudian ketika saya telah beada diantara kedua kakinya, tiba – tiba ia berkata :”  Takutlah kepada Alloh dan janganlah engkau pecahkan tutup kecuali dengan halal. Maka saya segera bangun daripadanya padahal saya masih tetap menginginkanya, dan saya tinggalkan dinar mas yang telah saya berikan kepadanya itu Ya Alloh jika saya berbuat itu benar – benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka bergerklah batu itu, menyisih sedikit tetapi mereka belum dapat keluar daripadanya.
Berdo’a  yang ketiga:” Ya Alloh, saya dulu sebagai majikan, mempunyai banyak buruh pegawai, dan pada suatu hari ketika saya membayar upah buruh – buruh itu, tiba – tiba ada seorang dari mereka yang tidak sabar menunggu, segera ia pergi meninggalkan upah dan terus pulang ke rumahnya tidak kembali. Maka saya gunakan upah itu hingga berkembang dan berbua h hingga merupakan kekayaan. Kemudian setelah lama sekali datanglah buruh itu dan berkata: “ Hai Abdullah, berikan kepadaku upahku dulu itu ?” Jawabku,” Semua kekayaan yang kamu lihat di depanmu itu; mulai unta, sapid an kambing itu adalah upahmu”. Buruh itu berkata,” Wahai Abdullah, kamu jangan mengejekku” Jawabku ,” Aku tidak mengejek kepadamu”. Maka diambilnya semua yang saya sebut itu dan tidak meninggalkan sedikitpun darinya. Ya Alloh jika saya berbuat itu benar – benar karena mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Tiba –tiba menyisihlah batu itu, hingga mereka keluar dengan selmat” ( H.R.Bukhari – Muslim )
           Semua do’a yang dipanjatkan oleh ketiga orang dalam Hadits ini menunjukkan  betapa besar faidah amal perbuatan yang dilakukan dengan tulus ikhlas semata – mata karena Alloh, hingga dapat dijadikan tawassul kepada-Nya dalam usaha  menghindarkan bahaya dan kesulitan yang sedang menimpa. Dan ternyata berkat do’a tawassulnya, Alloh mengabulkan apa yang menjdi hajatnya.
           Dengan amal shaleh dan beribadah secara khusyu, tekun dan  istiqamah jug dapat menjadi wasilah datangnya kasih sayang Alloh bagi para pelakunya, sebagaimanam  disebutkan dalam hadits:
عَنْ اَبِى  هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ اللّٰهَ تَعَالٰى قَالَ: مَنْ عَادَ لِى وَِليًّا فَقَدْ اٰذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ اِلَىَّ بِشَيْئٍ اَحَبُّ اِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ وَمَايَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ اِلَىَّ  بِالنَّوَافلِ حَتّٰى اُحِبَّهُ فَاِذَا اَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِ ى يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِ ى يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّذِ ى يَبْطِشُ بِهاَ وَرِجَْلَهُ الَّذِ ى يَمْشِى بِهَا وَاِنْ سَأَلَنِى اَعْطَيْتُهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى َلاُعِيْذَنذَهُ .رواه البخارى
Dari Abu Hurairah r.a berkata,' Rasululloh SAW bersabda," Sesunguhnya Alloh SAW berfirman," Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, Aku umumkan perang kepadanya.Tidak seorangpun mendekat kepada-Ku dengan suatu amalan wajib  yang Aku senangi dan tidak seorang pun dari hamba-Ku yang mendekat kepada-Ku dengan amalan sunat sampai aku menyenanginya, maka Aku menjadi pendengarnya untuk mendengar, dan Aku Aku menjadi pandangannya untuk melihat, dan Aku Aku menjadi tanganya yang dipakai untuk memegang, dan Aku Aku menjadi kakinya untukberjalan. Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku beri permintaanya, dan jika minta perlindungan kepada-ku, maka Aku melindungi dia" ( H.R.Bukhari )
        Hadits ini termasuk contoh Tawassul dengan amal perbuatan. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,  tawassul seperti inilah yang benar. Beliau menambahkan, bawa tawassul itu ada 3 mcam,  yang dua benar dan satunya salah. Yaitu: 
1.       Tawassul ( berperantara ) dengan jalan beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi SAW dengan jalan bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada-Nya dengan melaksanakan yang wajib dan yang sunat –sunat. Dan itulah menurut beliau yang dimaksud dengan firman Alloh SWT:
" Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya "(Q.S.al Maidah:35  ).
 Jadi dengan jalan  beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad  SAW   dan melaksanakan segala  yang wajib dan yang sunat –sunat, maka orang akan sampai kepada keridlaan Ilahi dan kelak akan sampai pula ke surga-Nya. Itulah pengertian tawassul yang pertama menurut Ibnu Taimiyah, dan yang benar 
2.       Tawassul dengan Nabi sebagaimana yang lazim dilakukan para shahabat, yaitu tawassul dengan do'a beliau SAW, ketika beliau masih hidup, dan tawassul dengan syafaat beliau, dan inipun dalam bentuk do'a langsung kepada Alloh SWT.
Inilah yang dimaksud dengan Hadits:
" Nabi SAW bersabda:" Mintalah kepada Alloh, aku sebagai wasilah, maka sesunguhnya ( wasilah ) adalah atu derajat di surga yang tidak diperoleh kecuali oleh seorang hamba dari hamba Alloh, dan aku berharap, bahwa akulah hamba tersebut, maka barangsiapa meminta kepada Alloh, agar aku jadi wasilah (nya ), maka berhaklah ia memperoleh syafaatku di hari kiamat " ( Hadits Shahih )
Dan sabda Nabi SAW;
مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ : : اَللّٰهُمَّ رَبَّ هٰذِهِ الدَّعْوَةِ التَّا مَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدَا نِ الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِى وَعَدْتَهُ  حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى.رواه الاربعة
" Barangsiapa ketika mendengar adzn mengucapkan :" Ya Alloh, Tuhan bagi seruan sempurna ini, dan ( Tuhan bagi ) shalat yang akan didirikan ini, berilah kepada Muhammad wasilah dan fadlilah dan derajat yang terpuji yang telah Engkau janjikan baginya", niscaya akan berhaklah baginya syafaatku pada hari Kiamat" ( H.R.Imam Empat )
         Maka kedua wasilah diatas, adalah khusus untuk Rasululloh SAW, sebagaimana ditegaskan oleh Nabi SAW: ( wasilah ) adalah atu derajat di surga yang tidak diperoleh kecuali oleh seorang hamba dari hamba Alloh, dan kata Nabi SAW: dan aku berharap, bahwa akulah hamba tersebut
         Jadi siapa saja yan memohon ( berdo'a ) kepada Alloh agar Nabi SAW menjadi wasilahnya, maka berhaklah ia atas syafa'atnya di akhirat nanti. Maka bentuk tawassul ini adalah berupa do'a
          Dan tawassulnya para shahabat dengan Nabi SAW dan tawajjuh ( menghadap ) mereka dengan Nabi SAW dalam pengertian mereka dan perkataan-perkataan mereka, adalah tawassul dengan do'a dan syafaat Nabi, seperti diuraikan diatas.
3.       Pengertian tawassul yang salah. Yaitu tawassul yang ditradisikan oleh kalangan mutaakhirin, dalam bentuk bersumpah dengan Nabi, dan meminta –minta kepadanya ( sesudah wafatnya ), dan juga terhadap orang – orang shaleh dan mereka yang dianggap shaleh ( wali )"
            Dengan kata lain, tawassul model kalangan mutaakhirin adalah dengan meminta-minta kepada orang yang telah meninggal dunia, untuk dimintai bantuanya menyampaikan do'a-do'a mereka kepada Alloh SWT. Dan bersumpah dengan Nabi ( iqsam bihi ), seperti: bihaqqi nabiyyika.... dan seterusnya sesudah wafatnya.
        Mengomentari bentuk tawassul nomor tiga ini akan dijelaskan pada pembahasan tentang tawassul terhadap orang yang sudah wafat di akhir pembahasan ini


Rahasia dan Latar Belakang Tawassul


RAHASIA DAN LATAR BELAKANG TAWASSUL

            Selanjutnya kenapa kita perlu bertawasul, dalam ,menjawab maslah ini, marilah kita mengikuti fatwa dari Hadlratusy Syaikh K.H.Ali Ma'shum,Rois Am PBNU 1980 -1984 dalam kitabnya Hujjatu Ahlussunnah Wal Jama'ah, yang ditrjemahkan oleh K.H.Ahmad Subki Masyhadi dengan judul Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam buku ini,.beliau menjelaskan apa rahasia dan latar belakang tawassul itu. Diantara  rahasia dan latar belakang tawassul itu adalah :
1.       Syaikh Abu Saif Al- Hammami, salah seorang ulama al Azhar menyatakan bahwa terdapat sekelompok  ( di Indonesia juga ad ? ) yang mengatakan bahwa tawassul Hukumnya Musyrik, membawa kekafiran dan karenanya maka orang yang tawassul dengan Nabi dan para Wali Alloh telah menjadi halal darahnya.
Selanjutnya ulama Al Azhar itu menegaskan bahwa orang yang bertawassul itu sama sekali tidak beri'tqad bahwa terlintas dalam  hatinyapun tidak bahwa para Nabi dan wali yang ditawasuli itulah tempat mereka memohon. Tetapi hanya Allohlah tempat meminta, hanya Alloh belaka yang mengabulkan permohonan.
Demikianlah sesungguhnya keyakinan yang ada dalam benak hati orang – orang yang tawassul, siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
2.       Kalau kita mau membaca diri sendiri, maka akan mengetahui bahwa diri kita ini penuh dosa, maksiat dan kelaliman, dan ini mengakibatkan terhalangnya pengabulan pengabdian kita, dan karena do'a itu termasuk pengabdian ( ibadah) maka do'a pun akan tidak terkabulkan karena Alloh berfirman:
"Sesungguhnya Alloh Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa" ( Q.S.al Maidah : 27 ).
 Oleh karena itu maka selayaknya jika dalam mengunjukkan permohonan itu memakai perantara orang – orang  yang dekat kepada Alloh, para Nabi dan Waliyullah, ulama dan shalihin, sebab merekalah orang – orang yang paling berhak memperoleh kenikmatan dari Alloh dan permohonannya selalu dikabulkan.
3.       Dengan begitu maka sesungguhnya tawassul adalah salah atu yang lebih etis / sopan serta luwes dalam mengunjukkan sesuatu permohonan kepada Alloh, Dzat Yang Maha Suci dan Maha Agung itu.
4.       Alloh adalah Maha Pengasih, Murah dan Maha Pengabul Permohonan. Itu adalah Alloh. Sedang kita selaku makhluk, sudah barang tentu mempunytai aturan, sopan  santun dan tatakrama sendiri dalam upaya mendapatkan kemurahan tersebut. Memanglah kesopanan dan tatakrama hanya dilakukan oleh orang yang mau sopan, tahu adab dan tidak sombong.
5.       Dalam kenyataanya hampir seluruh anugerah Alloh yang dicurahkan kepada para makhluk itu mesti dengan perantaraan sesuatu.
Obat menjadi perantara datangnya kesembuhan. Ulama/ Guru menjadi wasilah datangnya rizki Alloh dan lain – lain. Semua itu  sebagai wasilah, sedang sumber pertamanya adalah Alloh. Demikian pula dalam masalah do'a anugerah Alloh yang wujudnya keterkabulan itu datangnya dengan wsilah para Nabi,Ulama' ,Shalihin. Kita semua tahu bahwa yang didekati adalah ( diziarahi ) adalah para kekasih Alloh, oleh karena itu hukum wasilah adalah boleh,diperintahkan agama sebagaimana firman Alloh diatas. Apabila kita sudah mengerti duduk persoalannya, tidaklah benar orang yang mengatakan bahwa tawassul itu adalah musyrik.
           Kenapa kita bertawassul kepada para Nabi, Ulama,Shalihin dan para wali Alloh. Tidak lain adalah karena mereka adalah orang – orang yang cinta kepada Alloh dan dicintai Alloh.  Cinta kepada orang – orang yang dicintai Alloh berarti kita cinta kepada Alloh. Alloh berfirman:
" Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Alloh itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.  (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.  Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Alloh. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar ' (Q.S.Yunus : 62 -64 ).
       Kecintaan Alloh terhadap mereka ditegaskan dalam Al Qur'an:
`" Dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya " ( Q.S.an Nisa': 69 ).

Daftar Pustaka :
Ahmad Subki Masyhadi Ali Ma’shum, Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Terjemhan Hujjatu Ahli al Sunnah Wa al-Jama’ah ,karya K.H. Ali Ma’shum), Udin Putra Pekalongan,1983

H.Mahrus Ali, Mantai Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik, La Tasyuk pres,
Imron Abu Amar, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendpat Yang Sesat, Menara Kudus, 1995,
Imam Jalaluddin Al – Suyuthi, Al – Itqan fi Ulumi  al Qur’an Juz I, Mushthafa Babie  al Halabie Mesir,
M.A.Sahal Mahfudh, Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh ( Solusi Problematika Umat ), Ampel Suci – LTN NU Jawa Timur, cetakan I, 2003
Imron AM, Kupas Tuntas Masalah Peringatan Haul, Sebuah Upaya Otokritik dari Kalangan Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, Al- Fikar  Surabaya, cetakan I, 2005

Dasar Tawassul

DASAR – DASAR TAWASSUL


Kita harus ingat bahwa bertawassul bukan berarti meminta kepada orang yang telah mati, meminta kepada kuburan. Akan tetapi kita sedang mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Kita harus mengerti dahulu apa wasilah dan tawassul itu.
Tawassul adalah;
اَلْوَسِيْلَةُ كُلُّ مَا يَتَقَرَّبُ اِلَى اللّٰهِ
Wasilah adlah sesuatu yang dpat mendekaktkan diri kepada Alloh
         Alloh berfirman:
" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan " ( Q.S.al Maidah :35 ).
           Dalam ayat lain disebutkan:
" Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Alloh) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti “ ( Q.S.Isra’ : 57 ).
Kedua ayat diatas memberikan pengertian kepada kita, bahwa disamping memerintahkan untuk bertaqwa kepada-Nya, juga memerintahkan kepada kita selaku orang – orang yang beriman untuk berwasilah mencari jalan yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya .
Selain kedua ayat diatas, sesungguhnya masih banyak ayat – ayat Al- Qur’an yang mengisyaratkan adanya perintah tawassul ini, diantaranya adalah :
“ Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)" ( Q.S. Yusuf : 97 )
Ayat ini menggambarkan tentang tata cara bertawassul. Pada saat itu mereka ( putera – putera Nabi Ya’qub ) dating menemui ayahnya  agar berdo’a kepada Alloh memohonkan ampunan atas dosa – dosa yang telah mereka lakukan. Menentukan pilihan kepada Nabi Ya’qub bukanya tanpa alasan tetapi karena sang ayah memang dianggap dekat kepada Alloh SWT.
Dalam ayat lain juga disebutkan:
“ Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Alloh. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Alloh, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Alloh Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang “ ( Q.S.an –Nisa’ : 64 )
Dari ayat ini seolah – olah Alloh menganjurkan manusia untuk hormat, ta’zhim dan mahabbah dengan kekasih – kekasih Alloh SWT dlam hal ini Rasul . Demikian pula perwujudan kecintaan itu dengan dating kepada para kekasih itu dan memohon agar berkenan berdo’a kepada mereka.
Kedua ayat ini secara jelas mengisyaratkan bahwa di dunia ini ada manusia – manusia tertentu baik masih hidup maupun sudah mati yang mempunyai derajat yang tinggi di hadapan Alloh. Karena mereka tergolong manusia  shaleh yang dekat kepada Alloh, maka dengan sendirinya akan dicintai Alloh . kepada mereka Alloh memuliakan dan mengabulkan segala permintaanya.
    Dalam hadits nabi banyak  disebutkan beberapa contoh praktek tawassul, diantaranya adalah:

عَنْ  عُمَرَا بْنِ الْخَطاَّ بِ  رَضِىَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَمَّا اقْتَرَفَ آ دَمَ  الْخَطِيْئَةَ قَالَ:  يَارَبِّ اَسْأَلُكَ بِحَقّ مُحَمَّدٍ لَمَا غَفَرْتَ لِى فَقَالَ اللّٰهُ يَا آدَمُ كَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ اَخْلُقْهُ قَالَ:  يَارَبّ  ِلاَنَّكَ  لَمَّا خَلَقْتَنِى بِيَدكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتَ رَأْسِى فَرَأَيْتُ  عَلَى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْبًا لاَاِلهَ اِلاَّ اللّٰهُ  مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّٰهِ  وَعَرَفْتُ اَنَّكَ  لَمْ تُصِفْ اِلَى اسْمِكَ  اِلاَّ اَحَبَّ الْخَلْقِ  اِلَيْكَ فَقَالَ اللّٰهُ صَدَقْتَ يَا آدَمُ اِنَّهُ لآَ حَبَّ  الْخَلْقِ اِلَيَّ  اِنْ سَأَلْتَنِى بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُكَ وَلَوْ لاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ 
“ Umar bin Khathab r.a berkata,” Rasululloh SAW bersabda,” Tatkala Adam melakukan kesalahan dia berkata, “ Wahai Rabb-ku, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad  karena disa – dosaku, agar Engkau mengampuniku. Lalu Alloh berfirman, “ Wahai Adam, bagaimana anda mengenl Muhammad sedang Aku belum menciptakanya?” Adam menjawab,”  Wahai Rabb-ku, tatkala Engkau menciptakanku dengan “ Tangan-Mu”  dan meniupku dengan “ Roh-Mu ” kedalam diriku, maka Engkau mengangkat kepalaku, lalu aku melihat kaki – kaki ( penyanga ) Arasy tertulis “ Laa ilaaha Illallaah Muhammadur Rasuulullah “ sehingga aku tahu bahawa Engkau tidak menambahkan kedalam nama-Mu kecuali makhluk yang paling Engkau cintai” Lalu Alloh berfirman,” Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluk yang paling aku cintai, berdo’alah kepada-Ku dengan hak dia, maka sungguh aku mengampunimu, sekiranya tidak ad Muhammad, maka Aku tidak menci[takanmu (Adam )” ( H.R.Al Hakim dalam Al-Mustadrak )”
      Do’a Nabi Adam As yang bertawassul dengan menggunakan lafazh “ bihaaqi Muhammadin “ menandakan bahwa berdo’a dengan tawassul menggunakan lafazh itu benar  - benar ada dasarnya. Dengan demikian, apa yang dikatakan oleh H.Mahrus Ali dengan mengutip pendapat Ibnu Taimiyah, yang menyatakan, bahwa bertawassul dengn lafazh “ bihaaqi Muhammadin “ tidak ada dasarnya, tidak benar, bahkan malah  dia sendiri yang menyalahi Sunnah, atau bertentangan dengan sunnah Rasululloh SAW.
          Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ  عَبْدِ  اللّٰهُ رَضِىَ اللّٰهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:حَيَاتِى خَيْرٌ لَكُمْ وَوَفَاتِى خَيْرٌ لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَىَّ أَعْما لَُكُمْ فَمَا رَأَيْتُ مِنْ خَيْرٍ حَمِدْتُ اللّٰهَ وَمَا رَأَيْتُ مِنْ شَرٍّ اِسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ  .رواه البزار
“ Dari Abdullah, Nabi SAW bersabda:” Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku adalah kebaikan bagi kalian.ketika aku hidup  kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya melalui aku. Metiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan amal perbuatan kalian. Jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Alloh karenanya. Dan jika aku melihat amal kalian yang buruk, maka aku memohonkan ampun untuk kalian  ( H.R.al-Bazar )
           Hadits ini menunjukkan bahwa meskiupun Rasululloh SAW sudah meninggal, beliu tetap bermnfaat bagi umatnya seperti bias mendo’kan dan memohonkan ampun kepada Alloh untuk umatnya. Oleh karena itu, dibolehkan ber- tawassul  dan ber- istighatsah denganya, memohon dido’akan  oleh beliau meskipun beliau sudah meninggal.
            Dalam ayat – ayat Alloh dan hadits –hadits  Nabi diatas disebutkan bahwa kita sebagai orang yang beriman dianjurkan supaya mencari jalan apa saja yang sekiranya dapat mendekatkan diri kepada Alloh, baik amal fardlu maupun amal sunnah, termasuk di dalamnya  adalah berdo’a secara bertawassul.

Daftar Pustaka :
Ali Ma’shum, Hujjatu Ahlisinnah Wal Jamaah, Ibnu Masyhadi Sampangan Pekalongan, etakan 1983,
Yayasan Penyelenggran Penerjemah Al Qur’an Depag RI, Al – Qur’an dan Terjemahnya, Lubuk Agung Bandung, Edisi Revis,1989,