PENGERTIAN TAWASSUL
Perdebatan masalah tawassul kini merebak kembali setelah H.Mahrus Ali, pria kelahiran Dusun Telogorejo Desa Sidomukti Kebomas Gresik yang berdomisili di Desa Tambaksumur Waru Sidoarja ini mengeluarkan buku, “ Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik”. Buku yang diterbitkan La Tasyuk Surabaya ini sempat mengundag reaksi keras dari umat Islam, khususnya kalangan Nahdhiyin.
Munculnya perdebatan masalah tawasul kali ini bukanlah hal baru bagi kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah. Sesungguhnya masalah tawassul dan wasilah ini mulai heboh, ramai dibicrakan umat Islam setelah Ibnu Taimiyah mengeluarkan fatwa fatwa “ Orang yang bertawassul atau Wasilah dalam berdo’a adalah syirik dan kafir “
Sampai sekarang pun, kata Drs.H.Imron Abu Amar, masalah ini masih menjadi rebut dibicarakan terutama oleh anasir – anasir Ibnu Taimiyah dengan alasan untuk meluruskan aqidah ummat “. Alasan yang sama juga dikemukakan oleh H.Mahrus Ali, seperti tertulis dalam muqaddimah bukunya . Kata H.Mahrus Ali , “ Sebagai muslim, saya berkeinginan selama di dunia dan akhirat bersama masyarakat. Untuk itu saya harus memberanikan diri mencoba menjelaskan berbagai bentuk kesyirikan, khurafat, takhayul dn bid’ah yang bertebaran ditengah umat. Harapanya masyarakat bias melihat kebenran tauhid yang tertutupi kabut kerancuan. Dengan begitu mereka mau bertobat dan bertauhid yang lurus, sudi mencontoh perbuatan Nabi SAW. Bid’ah , yang merupakan sarana terjadinya berbagai kemungkaran dn kesyirikan pun menjadi tidak laku. Sehingga kita bersma akan terhindar dari api neraka dengan rahmat-nya”.
Dan satu hal yang sangat menarik, ( menurut mereka,pen.), lanjut Imron Abu Amar, adalah diketemukanya alasan untuk “ merampungkan persoalan khilafiyah demi persatuan umat ” .
Tetapi dalam praktek kenyataan, mereka justru malah sengaja membuka lebar pintu pertentangan dan perpecahan umat Islam sendiri. Mereka menuduh amalan bertawssul atau wasilah sama sekali tidak dijumpai manthuq hukumnya di dalam Al Qur’an maupun Al- Hadits, karena itu ditolak oleh Islam.
Apa yang sudah mereka lakukan ratusan tahun lalu itu kini diteruskian oleh H.Mahrus Ali dan orang – orang yang berfaham Wahabi lainya. Menurut mereka, tawassul itu dinggap meminta kepada kepada orang yang sudah meninggal. Tawassul dihukumi syirik dan kufur selain juga merupakan perbuatan sia – sia.
Pandangan mereka ini sesungguhnya hanyalah akibat kurang memahami dan menghayati tentang apa sesungguhnya tawassul itu dan juga karena tidak mengetahui secara langsung bagaimana praktek dari tawassul. Mereka tidak mengetahui bahwa sesunguhnya tawassul hanyalah salah satu cara berdo’a kepada Alloh. Bertawassul dengan Nabi dan para auliya sesungguhnya hanyalah sarana berdo’a bukan sasaran atau tujuan meminta, artinya memintanya tetap ditujukan kepada Alloh.
Karena ketidakfahaman kurangnya penghayatan inilah, maka tidak heran mereka sering mengatakan dan memberi fatwa bahwa tawassul adalah syirik dan kufur. Mengharapkan pertolongan , hadiah , pemberian dari orang yang telah meninggal adalah kesia – siaan selain kesyirikan. Nah, agar keslahfamana itu tidak berlarut – larut, perlu dijelaskan apa sesungguhnya pengertian, hakikat dan praktek tawassul ini, agar tidak mudah menuduh,mengharamkan,dan sangat mudah memberikan cap syirik dan kufur sebelum mengetahui duduk persolanya.
Menurut hemat kami, sesungguhnya masalah ini sudah sangat usang, karena permasalahan ini sudah muncul ke permukaan dan mendapatkan jawaban. Tapi tida apa dan juga tidak salah bila harus mengulang kembali.
Kata Tawassul berasal dari Bahasa Arab, terjemahannya adalah; Memakai Perantaraan. Jadi berdo'a memakai tawassul adalah memohon kepada Alloh dengan perantaraan sesuatu.
Sedang sesuatu yang dipakai perantara itu disebut dengan Wasilah.
Menurut DR.K.H.M.A.Sahal Mahfudh, Tawassul berasal dari kata wasala-waslan- wasilatan atau tawassulan yang berarti sesuatu ( sebagai wasilah atau perantara ) untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Pengertian seperti yang ada dalam Al- Qur'an:
"Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya " ( Q.S.al Maidah :35 ).
Jadi tawassul atau perantara adalah mengerjakan sesuatu ( apa saja ) dengan maksud mendekatkan diri kepada Alloh.
Arti Tawassul dan Wasilah adalah:
اَلتَّوَسُّلُ لُغَةً اَلتَّقَرُّبُ وَالْوَسِيْلَةُ كُلُّ مَا يَتَوَسَّلُ بِهِ اِلَى الْمَقْصُوْدِ
“ Tawassul menurut bahasa adalah mendekatkan diri, sedang arti wasilah adalah apa saja yang digunakan sebagai perantara atau alat mencapai tujuan”
Imam Jalaluddin Al – Suyuthi dalam kitab Al – Itqan fi Ulumi al Qur’an menjelaskan, bahwa Ibnu Abbas r.a ketika ditanya tentang arti wasilah, beliau menjawab:
اَلْوَسِيْلَةُ اَلْحَاجَةُ
“ Wasilah adalah kebutuhn”
Menurut Drs.Imron AM, wasilah menurut arti bahasa: jalan, sebab yang mendekatkan kepada yang lain.
Kemudian makna wasilah seperti yang tercantum dalam firman Alloh SWT :
" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya,
Syaikh Ibnu Taimiyah rahimahullah menafsirkan ayat diatas sebagai berikut;
فَابْتِغَاءُ الْوَسِيْلَةُ اِلَى اللّٰهِ اِنَّمَا يَكُوْنُ لِمَنْ تَوَسَّلَ اِلَى اللّٰهِ بِاْلاِيْمَانِ بِمُحَمَّدٍ وَاِتِّبَاعِهِ
Makna mencari wasilah kepada Alloh, sebenarnya adalah bagi orang yang menggunakan perantara ( jalan ) kepada Alloh dengan beriman kepada Muhammad SAW dan mengikutinya'
Jadi makna wasilah dalam ayat diatas, menurut beliau adalah: ' beriman kepada Muhammad dan mengikutinya, karena itulah yang akan mengantarkan manusia kepada Alloh, serta mengantarkannya ke surga-nya di akhirat nanti.
Selanjutnya beliau menjelaskan;
'' Dan tawassul ( berperantara ) kepada Alloh, dengan iman dan taat kepadanya ( Muhammad ) itu adalah merupakan kewajiban ( fardlu) bagi setiap Muslim dalam segala keadaannya, lahir dan batin, baik semasa hidupnya ( Nabi ) atau sesudah meninggalnya. Demikian juga baik dalam penglihatanya atau tidak. Dan tawasul dengan iman dan thaat kepdanya ini tidak dapat gugur dari seseorang dalam segala keadaanya, sesudah tegaknya hujjah, dan tidak dibenrkan beralasan apapun ( untuk meninggalkan tawasul semacam ini )
Selanjutnya beliau menyatakan:
وَلَفْظُ التَّوَسُّلِ فِى عُرْفِ الصَّحَابَةِ كَانُوْا يَسْتَعْمِلُوْنَهُ فِى هَذِهِ اْلمَعْنٰى
" Dan lafazh tawasul dlam urf ( kebiasaan ) shahabat yang mereka pergunakan adalah seperti makna tersebut"
Dari berbagai definisi diatas, dapat diambil pengertian, bahwa tawassul atau wasilah adalah mengerjakan sesuatu apa saja, baik ucapan ataupun perbuatan yang menjadi sarana, perantara, kebutuhan, atau sebab dengan landasan aqidah yang bersih dan lurus untuk mendekakan diri kepada Alloh.
Daftar Pustaka :
Ahmad Subki Masyhadi Ali Ma’shum, Kebenaran Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Terjemhan Hujjatu Ahli al Sunnah Wa al-Jama’ah ,karya K.H. Ali Ma’shum), Udin Putra Pekalongan,1983
H.Mahrus Ali, Mantai Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik, La Tasyuk pres,
Imron Abu Amar, Peringatan Khaul Bukan Dari Ajaran Islam Adalah Pendpat Yang Sesat, Menara Kudus, 1995,
Imam Jalaluddin Al – Suyuthi, Al – Itqan fi Ulumi al Qur’an Juz I, Mushthafa Babie al Halabie Mesir,
M.A.Sahal Mahfudh, Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh ( Solusi Problematika Umat ), Ampel Suci – LTN NU Jawa Timur, cetakan I, 2003
Imron AM, Kupas Tuntas Masalah Peringatan Haul, Sebuah Upaya Otokritik dari Kalangan Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, Al- Fikar Surabaya, cetakan I, 2005
"Pandangan mereka ini sesungguhnya hanyalah akibat kurang memahami dan menghayati tentang apa sesungguhnya tawassul itu dan juga karena tidak mengetahui secara langsung bagaimana praktek dari tawassul. Mereka tidak mengetahui bahwa sesunguhnya tawassul hanyalah salah satu cara berdo’a kepada Alloh" Lagi-lagi ungkapan rasa paling tahu atau rasa pinter sendiri seperti ini sering muncul...... Jadi kalau ingin tahu siapa yg salah siapa yg benar dalam perbendaan pandangan ini, tak ada jalan lain kecuali pada hari kiyamah nanti, bukan sekarang.
ReplyDelete