PERINTAH BERDZIKIR KEPADA ALLAH SWT
Mengusik amaliah para
penganut Ahlussunnah Wal Jamaah, khususnya warga Nahdliyin tidak hanya dilakukan oleh H.Mahrus Ali sekarang ini
saja. Jauh sebelum itu, sudah bertahun – tahun terjadi perdebatan menganai
amalan – malan orang – orang NU, yang tidak jarang dihukumi bid’ah, syirik dan
kufur. Salah satu amalan yang sering mendapat kritikan adalah bentuk dzikir dan
do’a yang bisaa dilakukan oleh orang – orang NU.
Dzikir dan do’ a
adalah sesuatu yang tidak bisa lepas dari umat Islam. Dalam keadaan apapun
mereka senantiasa mengingat Allah dan berdo’a kepada-Nya. Dzikir seakan menjadi
kebutuhan pokok umat Islam. Karena disamping kebutuhan, berdzikir dan berdo’a
diperintahkan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya. Umat Islam diperintah oleh
Allah supaya banyak – banyak dzikir, yakni menyebut nama Allah dengan lisan dan
dengan hati, baik ketika sendirin maupun bersma – sama,pada waktu siang ataupun
malam.
Banyak dalil yang
shahih dalam Al Qur’an maupun Hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan supaya
umat Islam seluruhnya berdzikir sebanyak
– banyaknya kepada Allah, Tuhan yang menciptakanya. dan Allah Berfirman :
“ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan
petang “ ( Q.S.al Ahzab: 41 – 42 )
Perintah berdzikir dalam ayat Allah diatas berbebentuk
jamak, yang maksudnya memerintahkan tidak hanya pada seorang tapi beberapa
orang sekaligus, yakni seluruh umat Islam pria dan wanita, tua dan muda, supaya
mengingat Allah sebanyak – banyaknya baik ketika pagi maupun petang, siang
atau malam. Juga diperintah supaya
banyak – banyak membaca tasbih ( Subhanallah) ,tahmid ( Alhamdulillah
) dan takbir ( Allahu Akbar ) setiap waktu.
Allah berfirman lagi:
“ Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring “ ( Q.S. an
Nisa’ : 103 )
Allah juga menyatakan dengan tegas dalam ayat ini
bahwa dzikir itu harus dilaksanakan sesudah shalat, pada sat berdiri, atau
berbaring pada tempat tidur. Dengan ini, menjadi sangat jelas bahwa pengertian
dzikir bukan hanya shalat, tetapi juga berdzikir dengan bacaan – banana
tertentu yang diucapkan sesudah shalat atau dilur shalat.
Menurut K.H.Sirajuddin Abbas, ayat ini sekaligus
membatalkan pendapat sebgian orang yang menyatakan bahwa dzikir itu bukan
dengan bacaan – bacaan yang bisaa dilakukan umat Islam sesudah shalat,
tapi dzikir adalah dengan mengaji,
bertabligh, berdiskusi, berceramah dan lain – lain yang serupa, karena dalam
ayat ini dinyatakan bahwa dzikir harus
juga dilakukan pada waktu berbring. Adakah orang bertabligh atau berpidato
dengan berbring ? Jelas tidak.
Allah berfirman lagi:
“ Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan
petang “ ( Q.S.al Insan : 25 )
Allah SWT berfirman :
“ Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya
dengan penuh ketekunan “ ( Q.S.al Muzammil: 8 )
Maksudnya ialah supaya
umat Islam selalu menyebut nama
Tuhan pada pagi dan petang, siang dan malam, dengan catatan ada masa – masa
berhenti, umpanya ketika dalam kakus, ketika sedang bermusyawarah, sedang
berpidato, maka sudah brang tentu kita tidak dapat membaca dzikir ketika itu.
Namun kita masih dapat berdizkir dalam hati
Perintah berdzikir kepada Allah dengan menyebut
nama-Nya atau dengan bacaan – bacaan tertentu banyak dijelaskan oleh Rasulullah
SAW dalam beberapa sabdanya. Diantaranya adalah:
وَعَنْ جَا بِرِابْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ : أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ.رواه الترمذِى
Jabir bin Abdillah r.a beliau berkata,” Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda,” Dzikir yang paling baik ialah kalimat La ilaaha
illallaah” ( H.R.Tirmidzi )
Dari hadits ini dapat diambil penertian bahwa
berdzikir itu membaca” kalimat” .
Kalimat dzikir yang paling utama adalah”
La ilaaha illallaah”
Rasulullah SAW bersabda:
وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِى دُبُرِكُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا
وَثَلاَثِيْنَ وَحَمِدَ اللهَ ثَلاَثًا
وَثَلاَثِيْنَ وَكَبَّرَ اللهَ ثَلاَثًا
وَثَلاَثِيْنَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ.غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ
مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ. رواه مسلم
“ Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi
SAW, beliau bersabda,” Barangsiapa sesudah shalat membaca tasbih 33 x, tahmid
33 x, takbir 33 x, dan untuk mengucapkan seratus ia mengucapkan Tiada Tuhan
selain Allah, tak bersekutu bagi-Nya. Ia memiliki semua kerajaan, untuk-Nya
segala puja dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka ia diampuni dosanya
walaupun dosa itu sebanyak buih di lautan” ( H.R.Muslim )
Dalam hadits ini
dijelaskan secara ganblang tentang waktun bacaan dan jumlah hitungan dzikir
yang harus dibaca oleh seluruh umat Islam. Dari sini semakin bertambah kuat
bahwa dzikir itu bukan dengan mengaji, bertabligh, berdiskusi, berceramah dan
lain – lain tetapi dengan wirid dan bacaan tertentu.
Rasulullah SAW bersabda lagi:
وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ وَأَبِى
سَعِيْدٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالاَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ اِلاَّ حَفَّتْهُمُ
الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّ حْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
وَذَكَرَاللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ .رواه مسلم
“ Abu Hurairah dan Abi Sa’id r.a berkata,” Rasulullah SAW bersabda,” Tidaklah
ada balasan bagi suatu kaum berkumpul berdzikir kepada Allah melainkan dikepung
oleh malaikat, dilingkupi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan dan
diingat Allah pada orang – orang yang ada disisnya “ ( H.R.
Muslim )
Sesungguhnya
masih banyak ayat – ayat Allah dan hadits – hadits Rasulullah SAW yang menerngkan masalah dzikir dan keutamannya.
Dengan berpijak pada ayat – ayat Allah dan hadits – hadits Rasulullah SAW,
kiranya dapat mempertebal keyakinan kita untuk berdzikir kepada Allah dan
meyakini fadlilahnya
Daftar Pustaka
Sirajuddin
Abbas, 40 Masalah Agama Jilid I, Pustaka Tarbiyah Jakarta,
Cetakan XXV, hal.30 - 35
Muhyiddin Abi Zakariyah Yahya bin Syarif
an-Nawawi, Riyadhus Shalihin Min Kalami Sayid al Musralin
,Syarkat Nur Asiya, tanpa keterangan, hal. 540
No comments:
Post a Comment