Thursday, June 16, 2011

Menuju Kesempurnaan Ibadah Kepada Allah SWT

MENUJU KESEMPURNAAN IBADAH KEPADA ALLAH
 

1.Definisi Ibadah Dalam Islam

          Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah tauhid. Ibadah adalah tujuan hidup manusia. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ مَااُرِيْدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَ مَااُرِيْدُ اَنْ يُطْعِمُوْنِ.اِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُوْالْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ
“ Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan supaya beribadah kepada-Ku.Aku tidak menghendaki suatu pemberian apapun dari mereka,dan Aku tidak menghendaki mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh”( Q.S.Adz Dzariyaat (51) : 56- 58 )
             Untuk mengetahui masalah ibadah  ini, kita menukil pengertian ibadah dari para ulama Islam. Diantaranya adalah sebagaiaman definisi yang diketakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
    اَلْعِبَادَةُ هِىَ اِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَايُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ اْلاَقْوَالِ وَاْلاَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
 “ Ibadah adalah sebuah kata yang menyeluruh, meliputi apa saja yang dicintai dan diridhai Allah, menyangkut seluruh ucapan dan perbuatan,, yang tidak tampak maupun yang tampak” ( Al Ubudiyah: 8 )
    Sedangkan definisi ibadah menurut Majlih Tarjih Muhammadiyah adalah:
اَلْعِبَادَةُ هِىَ التَّقَرُّبُ اِلَى اللَّهِ بِامْتِثَالِ اَوَامِرِ اللَّهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ.وَالْعَمَلُ بِمَااَذِنَ بِهِ الشَّارِعُ وَهِىَ عَامَةٌ وَخَاصَّةٌ فَالْعَامَةُ كُلُّ عَمَلٍ أَذِنَ بِهِ الشَّارِعُ وَالْخَاصَّةُ مَاحَدَّهُ الشَّارِعُ فِيْهَا بِجُزْئِيَاتٍ وَكَيْفِيَاتٍ مَخْصُوْصَةٍ
“ Ibadah ialah bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya.Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus:
a.Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah
b.Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,tingkat dan cara-caranya yang tertentu”
    Melihat definisi ibadah diatas,terlihat dengan jelas bahwa ibadah dalam Islam cakupanya sangat luas sekali,mulai dari shalat, puasa, zakat, haji, berkata benar, menunaikan amanat, berbuat baik kepada kedua orang tua, bershilaturahmi, menepati janji, mencintai sesame muslim, berpertang melawan kekufuran dan kemunafikan,  lemah lembut terhadap tetangga dan anak yatim, menyantuni orang – orang miskin, ibnu sabil, hamba sahaya dan binatang,berdzikir, berdo’a, membaca Al Qur’an, menuntut ilmu dan sebagainya.
         Mengingat sedemikian luasnya cakupan ibadah tersebut, sekarang yang menjadi permasalahan adalah, bagaimanakah beribadah yang baik itu. Karena percuma saja kita bertahun – tahun beribadah namun tidak benar,tidak berdampak positif atau malah nilainya nol.
    Ibadah yang baik dalam terminology Islam adalah kepatuhan,pengharapan dan sekaligus kecintaan. Kekaguman kepada Tuhan karena kebesaran, kenikmatan dan kekuasaan-Nya, keikhlasan yang mendalam; rasa kepatuhan; ketakutan pada Tuhan kalau sampai meninggalkan ibadah itu; pengharap akan ridha-Nya dan kecintaan pada Tuhan.
2.Ibadah Sebagai Manifestasi Keimanan
          Ibadah  dalam Islam adalah merupakan manifestasi , pembuktian dari pernyataan iman. Oleh sebab itu, sebelum beribadah ada keimanan harus lebih dahulu mendasari. Ibadah yang tidak didasari keimanan tidak akan berkualitas dan berpengarh apa-apa. Seorang yang iamanya bagus ibadahnya akan berkualitas.Dalam Al Qur’an  ada 4 ayat yang menyebutkan hubungan antara kualitas iman dengan kualitas ibadah. Diaman pelakunya dapat mencapai derajat keimanan yang tinggi atau mukmin hakiki.
          Keempat ayat itu selalu didahuli dengan kata “innama:, dalam retorika Arab atau ilmu balaghah disebut sebagai ‘ adatul hasr” ,kata untuk membatasi sifat tertentu.Penerapanya dalam Al Qur’an, kata ini berarti “ hanya orang – orang mukmin yang mempunyai sifat itu”. Dalam bahasa lain bisa dikatakan sebaga “ orang –orang mukmin yang berkualitas tinggi”..Keempat  kata ‘ al-mukminun’ yang didahului dengan kata ‘innama’ itu terdapat dalam surat al- Anfal: 2, an- Nur : 62,al-Hujurat : 10 dan 15.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ  وَ اِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ.اُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ
“ Sesungguhnya orang – orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka ( karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang – orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang –orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggia disisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (ni’mat) yang mulia” ( Q.S.Al Anfal : 2 – 4 )
    Ayat ini menegaskan, bahwa hanyalah orang yang benar mukmin jika nama Allah disebut     hati mereka bergetar,merinding. Apabila diperdengarkan kepada mereka ayat-ayat Allah bertambah kuat iman mereka Dan kepada Allah mereka selalu pasrah. Identitas kemukminan dan kepasrahan itu ditunjukkan dengan komitmen dalam “ menunaikan ibadah ( shalat) dengan baik dan menafkahkan sebagian rizkinya’.Orang mukmin yang seperti itulah yang disebut Allah sebaga “ orang mukmin yang tulen”.Mafhum mukhalafahnya, orang Islam yang tidak atau belum memiliki cirri-ciri seperti itu belum disebut sebagai mukmin tulen. Cirinya mudah ditebak- karena berlaku kebalikannya- jika nama Allah disebut mereka tidak merasakan apa-apa dalam hatinya, tigak tergugah, tidak tersentruh untuk kemudian mengagungkan dan membesarkan-Nya. Jika pun dibacakan kepada mereka ayat –ayat Allah tidak bisa menambah keimanannya. Mereka pun dengan mudah meninggalkan atu tidak menunaikan shalat, tidak mau menafkahkan sebagian harta yang dikaruniakan Allah kepadanya, dan dengan begitu tidak punya rasa tawakkal kepada Allah.
    Ada suatu cerita tentang salah seorang pendiri mazhab sunni, yaitu Imam Syafi’i.Menurut kisah ini,Imam Syafi’i setiap malam melaksanakan shalat tahajjud. Usai shalat, beliau selalu membaca al Qur’an sampai tidak terasa waktu shubuh sudah tiba. Bagi Imam Syafi’i membaca al Qur’an merupakan sesuatu yang nikmat dan menarik hati sehingga tidak bisa mengakhirinya. Mengapa ? Sebab setiap kali membaca al Qur’an dia merasakan kenikmatan luar biasa sebagai pengaruh dari membaca Al Qur’an tersebut. Kisah ini mengandung contoh betapa al-Qur’an mengundang dan mengandung daya magnetic luar biasa, mempengaruhi pembacanya yang mengetahui isi kandungannya.
    Kalau Imam Syafi’i merasakan kenikmatan membaca al-Qur’an dan menambah keimanan setiap mengulanginya, sebaliknya berapa banyak diantara kita sekarang yang tidak merasakan manfaat apa-apa saat membaca Al Qur’an kecuali “sekedar membaca”. Kondisi ini mungkin mendekati apa yang diprediksi Nabi:
سَيَأْتِى فِى اَخِرِ الزَّمَانِ زَمَانٌ يَقْرَأُ رَجَالٌ الْقُرْاَنَ لاَيُزَوِّزُ تَرَاخِيَهُمْ
 “Di akhir zaman akan suatu zaman dimana orang-orang muslim sama-sama membaca Al Qur’an secara verbal tetapi al-Qur’an itu tidak sampai ke tenggorokannya”
    Artinya al-Qur’an hanya dibaca secara verbal dan hafalan, tetapi tidak ada pengaruh yang masuk ke dalam hatinya. Membaca al-Qur’an hanya sebatas menjadi kegiatan mulut, bukan kegiatan-kegiatan hati, ramai membaca al-Qur’an tetapi ‘La yuzawwizu tarakhiyahum’,tidak menembus batas kerongkongannya.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ وَاِذَا كَانُوْا مَعَهُ عَلَى اَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوْا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوْهُ اِنَّ الَّذِيْنَ َيَسْتَأْذِنُوْكَ اُوْلَئِكَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ وَاِذَا َا َسْتَأْذُنُوْكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ ِشئْتَ مِنْهُمْ وَاَسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ اِنَّ اللَّهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“ Sesungguhnya yang sebenar-benarnya orang mukmin ialah orang – orang yang beriman kepada  Allah  dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama- sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang –orang yang meminta izin kepadamu ( Muhammad) mereka itulah orang- orang yang beriman kepada  Allah  dan Rasul-Nya,maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki diantara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” ( Q.S.An Nur: 62 )
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخْوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللَّهَ لَعَلَّمْ تُرْحَمُوْنَ
“ Sesungguhnya orang – orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” ( Q.S.Al Hujurat (49 ): 10 )
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِى سَبِيْلِ اللَّهِ اُوْلَئِكَ هُمُ الصَّا دْقُوْنَ
““ Sesungguhnya yang sebenar-benarnya orang mukmin ialah orang – orang yang beriman kepada  Allah  dan Rasul-Nya,kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang- orang yang benar”  ( Q.S.Al Hujurat (49 ): 15 )
    Kata innamaal mu’minuun pada ayat ini juga berfungsi sebagai ‘ adatul hasri’ yang berarti “ orang-orang mukmin yang berkualitas adalah orang –orang yang beriman kepada Tuhan dan Rasul-Nya- kemudian sebagai tindak lanjut dari imannya- mereka merasa terpanggil dan tidak ragu-ragu untuk melakukan perjuangan dengan harta maupun jiwanya demi kepentingan agama Allah”.Semua itu dilakukan karena imannya telah kokoh tertanam di hatinya sehingga tanpa ada keraguan sedikitpun untuk melakukan perjuangan di jalan Allah ( fi sabilillah ) dengan harta maupun jiwanya. Orang mukmin denga cirri-ciri itulah yang pada akhir ayat disebut: ulaika humu-s- shadiqun,orang yang imannya benar.
    Ayat –ayat diatas menunjukkan adanya kaitan antara iman dan ibadah. Iman mendasari pelaksanaan ibadah, sebaliknya ibadah tidak bernilai jika tanpa landasan iman. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya, Al- Muwatha’ atau Sunan Imam Nasa’i.Nabi Muhammad Saw pernah bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ :اَنْ يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مَمَّا سِوَاهُمَا,وَاَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبّهُ اِلاَّ لِلَّهِ,وَاَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ اِذَا اَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ
“ Tiga hal barangsiapa yang ketiganya ada padanya ia (pasti) merasakan kenikmatan iman: (1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang tidak dicintainya ia selain karena Allah dan (3) ia tidak senang kembali dalam kekufuran sesudah Allah menyelamatkannya darinya seperti ia tidak suka dilemparkan ke neraka” ( H,R.Bukhari,Muslim,Tirmidzi,Nasa’I dan Ibnu Majah dari Anas)
    Ada tiga hal yang jika terdapat pada diri seseorang maka orang itu akan menemukan kelezatan iman,yaitu: Pertama, yaitu pada saat orang merasakan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya pada selain keduanya. Kalau ada orang yang cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya sudah lebih berat daripada selainnya, maka orang ini akan menemukan  halawat al iman, manisnya iman.
    Al kisah ada seorang shahabat perempuan yang bernama Ummu Syariq ( ada yang membaca Ummu Syuraiq). Pada waktu perang Uhud, Ummu Syariq ditinggal oleh suaminya, ketiga anaknya, dan adiknya yang berangkat menuju medan Perang Uhud bersama pasukan Nabi lainnya. Rupanya dia selalu ‘mencuri berita’ dari mulut ke mulut tentang berlangsungnya Perang Uhud. Dia mendapat khabar bahwa di dalam Perang Uhud ini banyak umat Islam yang menjadi korban, terluka maupun meninggal dunia. Sewaktu shahabat-shahabat pulang dari medan laga, Ummu Syariq mencegat mereka di luar kota Madinah. Tetapi anehnya dia tidak menanyakan bagaimana keadaan suami, anak atau adiknya yang turut berperang. Sebaliknya, kepada  shahabat yang datang pertama ke Madinah dia langsung menanyakan perihal Rasulullah. Shahabat yang ditanya itu menjawab bahwa Rasul dalam keadaan baik dan sehat wal afiyat. Namun di belum percaya karena Rasulullah belum masuk kota Madinah. Dia bertanya lagi kepada rombongan yang baru datang,” apakah Rasulullah dalam keadaan selamat?” Jawab shahabat yang ditanya itu juga tidak memuaskan keingintahuannya mengenai keadaan Rasulullah yang sebenarnya. Beberapa kali rombongan datang Ummu Syariq selalu menanyakan perhal Rasulullah. Salah seorang dari rombongan menjawab,” Rasulullah dalam keadaan baik. Hanya saya hendak menyampaikan berita yang mungkin mengejutkan hatimu wahai Ummu Syariq. Adikmu gugur, kedua anakmu luka parah, sedangkan suamimu juga luka, sekarang mereka masih di belakang”.Tanpa disangka apa jawaban Ummu Syariq,”kullu maa siwa rasul shagir”, kalau persoalannya bukan Rasul itu kecil”. Jawaban tandas Ummu Syariq mengejutkan para shahabat itu. Keprihatinan dan kecintaannya pada Rasul melebihi kecintaannya kepada keluarganya sendiri. Ummu Syariq merupakan contoh shahabat yang cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya melampaui cintanya pada siapapun, termasuk keluarga terdekatnya sekalipun.
    Mengapa kebanyakan manusia berat melakukan ibadah ? Karena cintanya kepada Allah lebih kecil daripada cintanya pada selain Tuhan, apakah berupa keluarga, kekayaan, bisnis, wanita / pria, dan sebaginya.Kebanyakan kita merasa berat membayarkan, melepaskan uang yang kita miliki untuk  zakat atau amal jarinya, misalnya, dibandingkan dengan memberikan uang kepada orang yang kita cintai, berapapun jumlahnya. Mengapa ? Sebab tingkatan kecintaan kita kepada orang yang kita cintai kerap kali mencampuri atau bahkan lebih besar dan mengalahkan cita kita kepada Tuhan. Dalam pengalaman hidup manusia, seorang yang mempunyai kekasih akan lebih gampang mengeluarkan kocek pada kekasihnya daripada memberikan uang pada istri atau anaknya. Karena pada saat itu cintanya kepada si pacar lebih besar daripada cintanya kepada istri dan anknya.
    Kedua,orang yang mencintai sesamanya ( orang Islam) tanpa ada pamrih apa-apa kecuali  karena Allah. Sebab banyak diantara manusia yang mencintai seseorang karena ada sesuatu yang disembunyikan, vested interest, ada maksud dan tujuan terselubung, atau ingin melakukan bargaining, misalnya sedang memperoleh kedudukan, mendapat tender, atau sedang mengincar posisi tertentu. Akan tetapi- ini  biasanya yang terjadi- saat mendengar kedudukannya terancam maka yang dahulunya cinta berubah menjadi benci. Pada saat mendapat tender dia akan memuji – muji dan memberikan hadiah –hadiah. Sedangkan kalau sudah habis masa tendernya akan mengomel dan menceritakan kejelekan seseorang. Itu semua terjadi karena cintanya bukan karena Tuhan, tetapi karena kedudukan semata.
    Ketiga, orang yang membenci kalau ia kembali kepada kekafiran sebagaimana kebenciannya,ketidaksukaannya kalau dia dilemparkan ke neraka. Seorang akan menemukan kelezatan iman ketia ia sungguh-sungguh menjaga dirinya jangan sampai kembali kepada kekufuran.
    Menurut ulama ahli hadits, kembali kepada kekufuran bisa  berarti ‘ aqidatan aw amalan. Yang term amalan. Boleh jadi orang itu tetap menjadi orang Islam, tetapi perbuatannya menyerupai perbuatan orang kafir. Orang yang berima akan sangat membenci jika aqidahnya sampai jatuh menjadi orang kafir kembali. Sama halnya kebencian itu muncul meskipun meskipun aqidahnya tetap Islam, tetapi prilakunya, budaya hidupnya, cara kerjanya, pandangan dan wawasannya sudah tidak berbeda dengan orang kafir
    Oleh sebab itu, hendaklah kita melakukan ibadah kepada Allah dengan ikhlas dan sungguh sebagai wujud dari keimanan. Dengan landasan iman, ibadah yang kita lakukan akan mendapatkan hasil yang baik, berupa amal shaleh yang dapat mengantarkan kita kepada kebahagiaan hakiki dalam hidup dan kehidupan,baik di dunia maupun di akhirat nanti. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan iman dan keikhlasan dalam beribadah serta memberikan kebahagiaan dan ridha-Nya.Amin
3.Hidup Harus Mempunyai Tujuan Yang Jelas dan Bermanfaat
    Hidup  ini adalah perjalanan panjang  yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Perjalanan hidup ini tidak berakhir  dengan datangnya kematian. Kematian hanayalah batas dari satu episode kehidupan menuju  episode yang yang lain. Kehidupan yang kita jalani mulai dari alam kandungan,alam dunia,sampai alam kubur nanti adalah babak dari drama kehidupan manusia.Kehidupan yang saat ini kita jalani di dunia ini pada hakikatnya adalah ujian yang diberikan Allah untuk manusia, supaya dapat diketahui dengan pasti, manakah yang paling baik amal perbuatanya diantara mereka.Allah menegaskan dalam firman-Nya:
الَّذِى خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ
“ Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” ( Q.S.Al Mulk (67) : 2 )
    Karena hidup ini adalah ujian, maka dengan sendirinya  segala aktivitas manusia tidak dibiarkan begitu saja, Segala perbuatan dan aktivitas kehidupan tentu dinilai oleh Allah  agar diketahui baik dan buruknya. Mengapa harus dinilai,tak lain adalah agar Allah menciptakan bumi dan langit seisinya, termasuk manusiana tidak  hanya sekedar ada, sia –sia tanpa guna atau main – main, tetapi mempunyai  manfaat dan tujuan yang jelas.Allah menegaskan:
 وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَاْلاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلاً
“ Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya untuk main - main “ ( Q.S.Al Anbiya’ : 16 )
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَاْلاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لاَعِبِيْنَ
“ Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya dengan sia – sia “ ( Q.S.Shad : 27 )
                Karena Allah menciptakan manusia tidak main-main dan sia, maka dengan sendirinya manusia tidak bisa melakukan sesuatu secara bebas atau seenaknya saja. Ada aturan tertentu yang harus dilaksanakan dan nanti pada akhirnya akan diminta pertangungjawaban.Semua aktivitas dalam perjalanan kehidupan ini akan diminta pertangunganjawab di hadapan Allah. Karena itu, salah besar bila kita mempunyai anggapan bahwa manusia dibiarkan begitu saja tanpa adanya pertangungjawaban.Allah mengingatkan dalam firman-Nya:
    .اَيَحْسَبُ اْلاِنْسَانُ اَنْ يُتْرَكَ سُدًّى.
    “.Apakah manusia mengira,bahwa ia akan  bicarakan begitu saja ( tanpa pertanggunganjwab)?.. ( Q.S.Al Qiyamah: 26  )ِ
            Semua amal perbuatan manusia, mulai apa yang didengar, dilihat ,difikir dan segala a yang tersimpan di hatinya akan selalu diawasi dan diminta pertanggunganjawabnya. Firman Allah Swt:
اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلٌّ اُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً
“ Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” ( Q.S.Al Isra’( 17 ) : 36 )
    Karena setiap amal perbuatan manusia diminta pertangungjawabnaya, maka kita tidak boleh mengisi kehidupan ini dengan sebaik-baiknya.Janganlah waktu dihabiskan untuk bersenang-senang,berfoya-foya,seenaknya saja , leha-leha,main- main,atau sembrono. Kita diciptakan dan diberi kehidupan di dunia bukan hanya sekedar ada dan bisa hidup.Hidup ini harus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ,baik saat di dunia maupun di akhirat. Dan untuk mencapai kemanfaatan dalam hidup dan kehidupan ini,hendaknya manusiua melaksanakan tugas dan tanggungjawab pokonya,yaitu beribadah. Mengingat tujuan utama Allah menicptakan manusia adalah untuk beribadah. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“ Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan supaya beribadah kepada-Ku” ( Q.S.Adz Dzariyaat (51) : 56 )
4. Kiat-Kiat Mencapai Kesempurnaan Ibadah
           Karena tugas dan tanggungjawab manusia adalah untuk beribadah kepada Allah, maka permalahan terpenting yang harus dilakukan adalah bagaimana kita dapat beribadah secara baik. Langkah apa yang harus kita tempuh agar dapat beribadah secara baik.Dalam hal ini sekurang-kurangnya ada 4 hal, yaitu:
1. Ibadah harus dilaksanakan dengan ilmu pengetahuan atau pengertian. Allah melarang melaksanakan ibadah tanpa didari ilmu, melarang melaksanakan sesuatu yang belum dimengerti.Sebagaimana fiman Allah:
وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
    “ Dan janganlah kamu ikuti ( kerjakan ) sesuatu yang kamu tidak punya ilmu pengetahuan” ( Q.S.Al Isra’ : 36 )
       Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ فِى اَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ
     “ Barangsiapa yang melakukan suatu alamal yang tidak sesuai dengan perintah kami,maka amalan itu tertolak” ( H.R>Bukhari-Muslim)
                 Nabi Nuha As pernah terlanjur meminta ( berdo’a ) sesuatu yang belum dimengertinya kepada Allah, lantas Allah memarahi dan memperingatkan Nabi Nuh, sebagaimana difirmankan-Nya:
وَنَادَى نُوْحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ اِنَّ ابْنِى مِنْ اَهْلِى وَاِنَ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَاَنْتَ اَحْكَمُ الْحَاكِمِيْنَ. قَالَ يَانُوْحُ اِنَّهُ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ اِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْئَلْنِى مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ اِنِّى اَعِظُكَ اَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ. قَالَ رَبِّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ اَنْ اَسْأَلَكَ مَا مَالَيْسَ لِى بِهِ عِلْمٌ وَاِلاَّ تَغْفِرْ لِى وَتَرْحَمْنِى اَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“ Dan Nuh menyeru Tuhannya sambil berkata:” Ya Tuhanku sesungguhnya anakku itu dari keluargaku dan sesungguhnya janji_Mu itu benar, dan Engkaulah sebaik-baik hakim. Allah berfirman:”Hai Nuh, sesungguhnya dia itu bukan dari keluargamu lagi, karena dia beramal yang tidak shaleh, maka janganlah kamu minta kepada-Ku apa yang kamu tidak mengerti, Aku nasehatkan kepadamu, janganlah kamu termasuk orang – orang yang bodoh”. Nabi Nuh berkata: “ Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu karena aku telah meminta sesuatu yang aku tidak mengerti kepada-Mu, dan kalau kiranya Engkau tidak memberi ampunan dan rahmat kepadaku, maka jadilah aku dari golongan orang – orang yang merugi” ( Q.S.Hud : 45 – 47 )
          Karena itu Allah memerintahkan kepada orang – orang yang belum mengerti untuk bertanya kepada orang – orang yang sudah mengerti,sebagaimana firman-Nya:
فَاسْئَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
 “ Maka hendaklah kamu bertanya kepada orang – orang yang mengerti, jika kamu tidak mengerti “ ( Q.S.An Nahl: 43 )
    Kalau ada manusia yang bandel, dia belum mengerti tetapi dikerjakannya juga, maka Nabi Muhammad Saw menyatakan, pekerjaan itu pasti rusak.
اِذَا وُسِدَ اْلاَمْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“ Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (H.R.Bukhari )
    Ibadah itu tiada baiknya.
اَلاَ لاَخَيْرَ فِى عِبَادَةٍ لَيْسَ فِيْهَا تَفَقُّهٌ
“ Ketahuilah, tidak ada kebaikan pada ibadah yang tiada pengertian padanya”( Dari buku Prof.DR.Umar M.Taumy Syaubani)
    Untuk mengerti hendaklah mempergunakan akal. Makhluk yang diberi akal oleh Allah adalah manusia,sebagaimana firman Allah:
وَاللَّهُ اَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ اُمَّهَاتِكُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَاْلاَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibu kamu dalam keadaan kamu tidak tahu apa-apa, dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan akal, supaya kamu berterimakasih” ( Q.S.An Nahl : 78)
2. Ibadah harus didasari keikhlasan
    Allah menyatakan, bahwa ibadah harus dilaksanakan dengan keikhlasan, sebagaimana firman-Nya:
وَمَااُمِرُوْا اِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللَّهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
“ Dan tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya mereka beribadah kepada Allah dengan ikhlas” ( Q.S.Al Bayyinah: 5 )
    Bahkan Allah menyatakan, bahwa Ia hanya akan menerima ibadah yang dilaksanakan dengan ikhlas saja, sebagaimana difirmankan-Nya dalam hadits Qudsi:
لاَاَتَقَبَّلُ اِلاَّ مَاابْتُغِىَ بِهِ وَجْهِى
“ Aku tidak akan menerima, melainkan yang ikhlas niatnya untuk-Ku” ( H.R.Bukhari)
    Keikhlasan itu hanya akan ada kalau sesuatu pekerjaan dilaksanakan dengan kebebasan ( atas dasar pilihan sendiri ). Tanpa kebebasan keikhlasan itu tidak akan ada. Karena itu Allah melarang adanya paksaan, walaupun sedikit atau terselubung, dalam agama, sebagaimana difirmankan-Nya:
لآاِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ
“ Tidak ada paksaan dalam agama” ( Q.S.Al Baqarah : 256 )
    Dan Nabi Muhammad Saw diperintahkan Allah, bahwa beliau tidak punya hak sama sekali memaksa orang untuk beragama, walau dengan cara amat halus sekalipun, sebagaimana difirmankan-Nya:
لَيْسَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ
“ Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka “ ( Q.S.Al Ghasyiyah: 22 )
          Karena itu kalau ada agama yang membujuk-bujuk apalagi memaksa manusia untuk memeluknya, maka itu bukanlah agama Allah. Makhluk yang diberi kebebasan Allah adalah manusia, sebagaimana difirmankan-Nya:
قُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
“ Dan katakanlah, kebenaran itu dating dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang mau boleh beriman, dan barangsiapa yang mau boleh kafir” ( Q.S.Al Kahfi: 29 )
3.Ibadah harus menimbulkan sikap yang baik, seprti shalat umpamanya harus menimbulkan sikan anti kejahatan, sebagaimana firman Allah:
اِنَّ الصّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“ Sesungguhnya shalat itu mencegah dari kejahatn dan kemungkaran” ( Q.S.Al Ankabut: 45 )
    Yang dapat menimbulkan sikap seperti ini adalah shalat yang dikerjakan dengan khusyu, sebagaimana difirmankan Allah:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ.الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ
“ Sesungguhnya sukseslah orang – orang yang beriman, yang mereka di dalam mereka khusyu’”( Q.S.Al Mu’minun: 1-2 )
    Penghayatan adalah pekerjaan kalbu. Tetapi harus disertai oleh pengertian, kesungguhan, dan terus menerus.
وَجَاهِدُوْا فِى اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ 
“ Dan bersungguh-sungguhlah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarnya kesungguhan” ( Q.S.Al Haj : 78 )
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ
  “ Dan sembahlah Tuhanmu sampai dating kepadamu yang diyakini ( ajal)” ( Q.S.Al hijr : 99 )
    Makhluk yang diberi kalbu oleh Allah adalah manusia dan jin,sebagaimana firman-Nya:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلاِنْسِ لَهُمْ قَلُوْبٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi mereka Jahannam beberapa banyak dari Jin dan manusia yang mempunyai kalbu” ( Q.S. Al A’raf: 179 )
4.Ibadah harus dilakukan dengan niat.
    Manusia hanya memperoleh apa yang diniatkan,sebagaimana sabda Rasulullah saw:
اِنَّمَااْلاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى
“ Sesungguhnya mal itu tergantung dengan niat dan setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkan” ( H.R.Bukhari –Muslim)
    Keempat unsure inilah yang dapat menunjang kesempurnaan ibadah kepada kepada Allah. Mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing kita pada kesempurnaan ibadah.

                                                                    

No comments:

Post a Comment