Saturday, December 8, 2012

Perintah Berdzikir Kepada Allah SWT



PERINTAH BERDZIKIR KEPADA ALLAH SWT

Mengusik amaliah para penganut Ahlussunnah Wal Jamaah, khususnya warga Nahdliyin tidak hanya  dilakukan oleh H.Mahrus Ali sekarang ini saja. Jauh sebelum itu, sudah bertahun – tahun terjadi perdebatan menganai amalan – malan orang – orang NU, yang tidak jarang dihukumi bid’ah, syirik dan kufur. Salah satu amalan yang sering mendapat kritikan adalah bentuk dzikir dan do’a yang bisaa dilakukan oleh orang – orang NU.
Dzikir dan do’ a adalah sesuatu yang tidak bisa lepas dari umat Islam. Dalam keadaan apapun mereka senantiasa mengingat Allah dan berdo’a kepada-Nya. Dzikir seakan menjadi kebutuhan pokok umat Islam. Karena disamping kebutuhan, berdzikir dan berdo’a diperintahkan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya. Umat Islam diperintah oleh Allah supaya banyak – banyak dzikir, yakni menyebut nama Allah dengan lisan dan dengan hati, baik ketika sendirin maupun bersma – sama,pada waktu siang ataupun malam.
Banyak dalil yang shahih dalam Al Qur’an maupun Hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan supaya umat Islam seluruhnya  berdzikir sebanyak – banyaknya kepada Allah, Tuhan yang menciptakanya. dan Allah Berfirman :
“ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya..  Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang “ ( Q.S.al Ahzab: 41 – 42 )
Perintah berdzikir dalam ayat Allah diatas berbebentuk jamak, yang maksudnya memerintahkan tidak hanya pada seorang tapi beberapa orang sekaligus, yakni seluruh umat Islam pria dan wanita, tua dan muda, supaya mengingat Allah sebanyak – banyaknya baik ketika pagi maupun petang, siang atau  malam. Juga diperintah supaya banyak – banyak membaca tasbih ( Subhanallah) ,tahmid ( Alhamdulillah ) dan takbir ( Allahu Akbar ) setiap waktu.
Allah berfirman lagi:
“ Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring “ ( Q.S. an Nisa’ : 103 )
Allah juga menyatakan dengan tegas dalam ayat ini bahwa dzikir itu harus dilaksanakan sesudah shalat, pada sat berdiri, atau berbaring pada tempat tidur. Dengan ini, menjadi sangat jelas bahwa pengertian dzikir bukan hanya shalat, tetapi juga berdzikir dengan bacaan – banana tertentu yang diucapkan sesudah shalat atau dilur shalat.
Menurut K.H.Sirajuddin Abbas, ayat ini sekaligus membatalkan pendapat sebgian orang yang menyatakan bahwa dzikir itu bukan dengan bacaan – bacaan yang bisaa dilakukan umat Islam sesudah shalat, tapi  dzikir adalah dengan mengaji, bertabligh, berdiskusi, berceramah dan lain – lain yang serupa, karena dalam ayat ini dinyatakan bahwa dzikir  harus juga dilakukan pada waktu berbring. Adakah orang bertabligh atau berpidato dengan berbring ? Jelas tidak.
Allah berfirman lagi:
“ Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang “ ( Q.S.al Insan : 25 )
Allah SWT berfirman :
“ Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan “ ( Q.S.al Muzammil: 8 )
Maksudnya ialah supaya  umat Islam  selalu menyebut nama Tuhan pada pagi dan petang, siang dan malam, dengan catatan ada masa – masa berhenti, umpanya ketika dalam kakus, ketika sedang bermusyawarah, sedang berpidato, maka sudah brang tentu kita tidak dapat membaca dzikir ketika itu. Namun kita masih dapat berdizkir dalam hati
Perintah berdzikir kepada Allah dengan menyebut nama-Nya atau dengan bacaan – bacaan tertentu banyak dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam beberapa sabdanya. Diantaranya adalah:
وَعَنْ  جَا بِرِابْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُوْلُ : أَفْضَلُ الذِّكْرِ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ.رواه الترمذِى
Jabir bin Abdillah r.a beliau berkata,” Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,” Dzikir yang paling baik ialah kalimat La ilaaha illallaah” ( H.R.Tirmidzi )
Dari hadits ini dapat diambil penertian bahwa berdzikir itu membaca”  kalimat” . Kalimat dzikir yang paling utama adalah”  La ilaaha illallaah”
Rasulullah SAW bersabda:
وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ  رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ  عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِى دُبُرِكُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ  وَحَمِدَ اللهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ  وَكَبَّرَ اللهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ  لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ.غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ. رواه مسلم
“ Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda,” Barangsiapa sesudah shalat membaca tasbih 33 x, tahmid 33 x, takbir 33 x, dan untuk mengucapkan seratus ia mengucapkan Tiada Tuhan selain Allah, tak bersekutu bagi-Nya. Ia memiliki semua kerajaan, untuk-Nya segala puja dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka ia diampuni dosanya walaupun dosa itu sebanyak buih di lautan” ( H.R.Muslim )
         Dalam hadits ini dijelaskan secara ganblang tentang waktun bacaan dan jumlah hitungan dzikir yang harus dibaca oleh seluruh umat Islam. Dari sini semakin bertambah kuat bahwa dzikir itu bukan dengan mengaji, bertabligh, berdiskusi, berceramah dan lain – lain tetapi dengan wirid dan bacaan tertentu.
Rasulullah SAW bersabda lagi:
وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ وَأَبِى سَعِيْدٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالاَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ اِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّ حْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَاللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ .رواه مسلم
“ Abu Hurairah  dan Abi Sa’id r.a  berkata,” Rasulullah SAW bersabda,” Tidaklah ada balasan bagi suatu kaum berkumpul berdzikir kepada Allah melainkan dikepung oleh malaikat, dilingkupi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan dan diingat Allah pada orang – orang yang ada disisnya “ ( H.R. Muslim )
          Sesungguhnya masih banyak ayat – ayat Allah dan hadits – hadits Rasulullah SAW  yang menerngkan masalah dzikir dan keutamannya. Dengan berpijak pada ayat – ayat Allah dan hadits – hadits Rasulullah SAW, kiranya dapat mempertebal keyakinan kita untuk berdzikir kepada Allah dan meyakini fadlilahnya

Daftar Pustaka
Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama Jilid I, Pustaka Tarbiyah Jakarta, Cetakan XXV, hal.30 - 35
Muhyiddin Abi Zakariyah Yahya bin Syarif an-Nawawi, Riyadhus Shalihin Min Kalami Sayid al Musralin ,Syarkat Nur Asiya, tanpa keterangan, hal. 540

No comments:

Post a Comment